HUKUM ADAT | Perkembangan di indonesia







A.    Sejarah Singkat Hukum Adat
Sumber Materi:
(Artikel Muhajirin Syukur Maruapey, SH Alumni Fakultas Hukum Darussalam Ambon.)
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers. Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesiayang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan. Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloesebagaimana dikutif oleh Prof. Amura : sebagai lanjutan kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat. Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi. kemuProf. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah kemudian dipergunakan seorang Ulama Aceh yang bernama  Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
B.     Pengertian dan Istilah Hukum Adat.
1. Pengertian dan Istilah Adat
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut :
“Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah :
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus
3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat.
Adat selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan masyarakat dan kehendak zaman. Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.
2. Istilah Hukum Adat
Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”. Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 meulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundangundangan Belanda. Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan. Van Dijk tidak menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan dari adat recht untuk menggantikan hukum adata dengan alasan :
“ Tidaklah tepat menerjemahkan adat recht menjadi hukum kebiasaan untuk menggantikan hukum adat, karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan, artinya karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga timbulah suatu peraturan kelakuan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat, sedangkan apabila orang mencari sumber yang nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir senantiasa akan dikemukakan suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam lingkungan besar atau kecil sebagai pangkalnya. Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat mencakup konsep yang luas. Sehubungan dengan itu dalam penelaahan hukum adat harus dibedakan antara adat-istiadat (non-hukum) dengan hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali untuk dibedakan karena keduanya erat sekali kaitannya.
3. Pengertian Hukum Adat
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak tertulis. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-undang, seorang sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab Undang-Undang, memang hukum keseluruhannya di Indonesia di Indonesia ini tidak teratur dan tidak tegas. Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada umumnya tidak dapat mengerti. Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan hukum adat tersebut. Akan tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia mempelajari hukum adat kita ini secara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti hukum adat kita dengan rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui sumber hukum adat yang mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus berkembang dan berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.
Tetapi tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar , maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Hukum adat berurat-akar pada kebuyaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan perkembangan masyarakat. Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu mengakami perunahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan tetapi kemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan keadilanyang hidup dalam hati nurani rakyat yang menimbulkan perubahan peraturan. Hal ini berlaku secara terus menerus seperti yang diungkapkan Prof. Soepomo yang condong pada pendapat Ter Haar di mana sikap petugas hukum haruslah bertindak untuk mempertahankannya. 
Oleh karena sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel, maka di dalam peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar menjadi hukum positif. Hal ini sudah barang tentu bertujuan untuk mempertahankan eksisensinya sekaligus menjadikan peraturan tersebut menjadi peraturan hukum yang tertulis dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka perlu kita telaah beberapa pendapat sebagai berikut :
1.      Prof. Mr. B. Terhaar Bzn: Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
2.      Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven: Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
3.      Dr. Sukanto, S.H : Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
4.      Prof. Dr. Soepomo, S.H : Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
a.       Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
b.      Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis.
c.       Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral.
d.      Adanya keputusan kepala adat
e.       Adanya sanksi/ akibat hukum
f.       Tidak tertulis
g.      Ditaati dalam masyarakat
h.      Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari atribut-atribut hukumnya yaitu :
a.       Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b.      Intention of Universal Application :Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c.       Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d.      Adanya sanksi/ imbalan :Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
e.       Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
f.       Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak mempunyai nilai/ biasa.

C.    Sejarah Perkembangan Hukum Adat di Indonesia.
Sumber Materi:
(http://blokgurubelajar.blogspot.co.id/2013/11/makalah-sejarah-hukum-adat-di-indonesia.html)
(Carventer Seminar Hukum Adat Dan Pembinaan Hukum Nasional. Yogyakarta: Binacipta. Hal. 64.
Hadikusuma, hilman. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Hal. 78
Pengantar dan Asas – asas Hukum Adat. Jakarta: Gunung Agung dan Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1976.
Rato, dominikus.  Pengantar Hukum Adat.. (Laksbang :1993). Hal. 107
Supomo. 1993.Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta:Pradnya Pramita Wignjodipuro,Surojo. 1984.)

Peraturan adat istiadat kita ini merupakan adat-adat melayu-polinesia yang sudah terdapat pada zaman pra-hindu. Lambat laun terjadi akulturasi antara kultur hindu, islam dan Kristen yang kemudian mempengaruhi kultur asli tersebut. Saat ini menurut kenyataan hukum adat yang hidup pada rakyat adalah merupakan peraturan-peraturan adat-istiadat yang ada pada zaman pra-hindu dan hasil akulturasi antar agama tersebut.
Setelah terjadi akulturasi itu, maka hukum adat atau hukum pribumi atau “Inladsrecht” menurut Van Vaollenhoven di jelaskan bahwa hukum adat terdiri atas dua bagian yaitu :
a.       hukum yang tidak tertulis ( jus non scriptum ) : merupakan bagian yang terbesar yang bersumber pada hukum asli penduduk.
b.       hukum yang di tulis ( jus scriptum ) : merupakan bagian kecil saja yang bersumber dari ketentuan hukum agama.
Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari yang tidak dikenal hingga dikenal dalam ilmu pengetahuan dapat di bagi atas empat periodesasi waktu di antaranya adalah ;
a.       Sebelum Zaman kompeni.
b.      Pada zaman kompeni (1602-1800).
c.       Pada zaman Daendels (1808- 1811).
d.      Pada zaman Raffles (1811-1816).
Dalam empat tahapan waktu mengenai proses sejarah hukum adat hingga sampai mulai dikenal dalam ilmu pengetahuan, pada mulanya melalui proses yang panjang. Pada zaman sebelum kompeni yaitu sebelum tahun 1602 bangsa asing belum menaruh perhatian kepada hukum adat. Barulah pada zaman kompeni bangsa asing mulai menaruh perhatian terhadap adat-istiadat kita baik atas inisiatif sendiri maupun perintah tugas dari penguasa kolonial pada masa itu. Barulah pada zaman kompeni tepatnya pada tahun 1602-1800 hukum adat akan tetap dibiarkan dan tetap berlaku di masyarakat. Namun jika kepentingan kompeni terganggu seperti dalam kepentingan badan perniagaan VOC atau untuk keperluan tertentu, maka kompeni akan bertindak opportunitelt terhadap hukum adat tersebut. Sebelum datang VOC dan belum ada penelitian tentang hukum adat, dan semasa VOC menggunakan politik oppurtinity nya, maka pejabat Belanda yang mengurus Negara jajahan mengintruksikan kepada jendral pemimpin daerah jajahan masing-masing untuk menerapkan hukum Belanda di Indonesia yaitu pada tnggal 1 Maret 1621 yang baru dilaksanakan pada pemerintahan De Carventer yang telah melekukakn penelitian dan menyimpulkan bahwa hukum adat Indonesia masih hidup. Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu disesuaikan sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu :
1.      Tahun 1750, untuk keperluan Lanrad (pengadilan) di Serang dengan kitab hukum “MOGHARRAR” yang mengatur khusu pidana adat (menurut Van Vollenhoven kitab tersebut berasal dari hukum adat).
2.      Tahun 1759, Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu “COMPEDIUM” (pegangan/ikhtisar) yang terkenal dengan Compedium Van Clost Wijck mengenai Undang-Undang Bumi Putera di lingkungan kerator Bone dan Goa.
3.      COMPENDIUM FREIZER tentang Peraturan Hukum Islam mengenai nikah, talak, dan warisan.
4.      HASSELAER, beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk para hakim di Cirebon yang terkenal dengan PAPAKEM CIREBON.
Jaman Daendels (1808-1811) Beranggapan bahwa memang ada hukum yang hidup dalam masyarakat adat tetapi derajatnya lebih rendah dari hukum eropa, jadi tidak akan mempengaruhi apa-apa sehingga hukum eropa tidak akan mengalami perubahan karenanya. Jaman Raffles (1811-1816) Pada zaman ini Gubernur Jenderal dari Inggris membentuk komisi MACKENZIE atau suatu panitia yang tugasnya mengkaji/meneliti peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, untuk mengadakan perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintahan yang dipimpinnya. Setelah terkumpul hasil penelitian komisi ini yaitu pada tanggal 11 Pebruari 1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more effectual Administration of justice in the provincial court of Java yang isinya :
a.       Residen menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim
b.      Susunan pengadilan terdiri dari :
1.      Residen’s court
2.      Bupati’s court
3.      Division court
c.       Ada juga Circuit of court atau pengadilan keliling
d.      Yang berlaku adalah native law dan unchain costum untuk Bupati’s court dan untuk Residen (orang Inggris) memakai hukum Inggris.
Sejarah politik hukum adat dalam perundang-undangan di Indonesia terbagi dalam tiga periode yaitu ;
a.    Masa menjelang tahun 1848.
Pada masa kompeni hukum adat dibiarkan saja seperti sediakala hidup berlaku untuk bangsa Indonesia.  Untuk pertama kali hukum adat mendapat sorotan pemerintah Belanda adalah pada masa pengangkatan Hageman sebagai ketua mahkamah agung Belanda pada tanggal 30 juli 1830. Pada waktu itu Hageman melakukan pemeriksaan tugas istimewa yang bertujuan agar di Indonesia bisa di lakukan persamaan hukum dengan hukum eropa. Hageman beranggapan agar adanya kodifikasi hukum sipil yang berbahasa Indonesia yang berlaku bagi bangsa Indonesia dan eropa. Namun hal ini tak dapat terealisasikan karena tempo penugasan telah selesai dan Hageman tak mampu menyelesaikannya.
Dengan segala usaha yang dilakukan pemerintah Belanda untuk memberlakukan hukum Belanda di Indonesia yaitu melalui panitia yang diketuai Scholten ( ketua mahkamah agung Hindia Belanda dahulu) , beranggapan bahwa Indonesia terhindar dari asas persamaan hukum pemerintah belanda. Hal tersebut juga diperkuat oleh J. Van Der Vinne yaitu seorang ahli jajahan Belanda yang beranggapan bahwa hukum Belanda tidak bisa diberlakukan di Indonesia karena masyarakatnya pluralis. Sehingga jika tetap diberlakukan menurut J. Van Der Vinne hal ini melanggar hak-hak adat istiadat dan akann memecah banyak sendi-sendi hukum. Kupasan Van der Vinne inilah yang dijadikan pedoman pemerintah Belanda dan ikut mempengaruhi kedudukan hukum adat.
b.    Masa Pada tahun 1848 dan Seterusnya.
Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-undangan di Indonesia, adalah sebagai berikut:
a.       Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki apakah hukum adat privat itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat.
b.      Sekitar tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengusulkan penggunaan hukum tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha Belanda. Usaha inipun gagal.
c.       Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi local untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah­, daerah yang penduduknya telah memeluk agama Kristen.Usaha ini belum terlaksana
d.      Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang­undang untuk menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van Idsinga.
e.       Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga, mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia. Ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.
f.       Pada tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat rencana baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti Cowan, yaitu Mr Rutgers memberitahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undang-­undang kesatuan itu tidak mungkin. Dalam tahun 1927 Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum (unifikasi). Sejak tahun 1927 itu politik Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke “kodifikasi”.
g.      Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi.
Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. 7.      Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki apakah hukum adat privat itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat. Rencana kodifikasi Wichers gagal.
h.      Sekitar tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengusulkan penggunaan hukum tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha Belanda. Usaha inipun gagal.
i.        Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi local untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah­, daerah yang penduduknya telah memeluk agama Kristen.Usaha ini belum terlaksana.
j.        Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang­undang untuk menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van Idsinga.
k.      Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga, mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia.
l.        Pada tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat rencana baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti Cowan, yaitu Mr Rutgers memberitahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undang­undang kesatuan itu tidak mungkin. Dalam tahun 1927 Pemerintahan Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum (unifikasi). Sejak tahun 1927.

                                                                   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dalam masyarakat Indonesia istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesiayang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan. Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
2.      Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan.
3.      Suatu hal yang rasional apabila interaksi sosial mengambil peran yang penting dalam kelompok masyarakat.
4.      Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).
5.      Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari yang tidak dikenal hingga dikenal dalam ilmu pengetahuan dapat di bagi atas empat periodesasi waktu di antaranya adalah Sebelum Zaman kompeni, Pada zaman kompeni (1602-1800), Pada zaman Daendels (1808- 1811), Pada zaman Raffles (1811-1816).


Komentar

  1. Tulisan bagus, untuk menambah wawasan Adat-Hkm Adat. Kalau bs tulis juga mengenai perkembangan mengenai Adar-Hukum.Adat.itu dptberubah sesuai dgn perunahan/perkembangan.masyarakat..mis. perubahan sistem.pemilihan Raja di bbrp desa di Maluku Tengah, dan sebagian desa yg msh pk sistem turut temurun. Bisa dihubungkan dg sistem Pemerintahan desa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIP DAN SEJARAH UNTAD | Membandingkan UUD yang lama dengan undang-undang yang berlaku sekarang.

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN | Perencanaan Usaha Lengkap